Masjid Al-Barkah

Syarh 'Umdatul Ahkaam

Hukum Laknat Melaknat Suami Istri dan Hukum Anak Zina

By  |  pukul 12:50 pm

Terakhir diperbaharui: Kamis, 18 Oktober 2018 pukul 2:06 pm

Tautan: https://rodja.id/1x9

Hukum Laknat Melaknat Suami Istri dan Hukum Anak Zina merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh: Ustadz Abu Qatadah. dalam pembahasan Syarah Umdatul Ahkam. Kajian ini disampaikan pada 7 Rabbi’ul Tsani 1439 H / 26 Desember 2017 M.

Daftar Isi

Kajian Tentang Hukum Laknat Melaknat Suami Istri dan Hukum Anak Zina – Syarah Umdatul Ahkam

Satu poin dan permasalahan penting berkaitan dengan pembahasan ini. Diantaranya adalah:

  1. Jika seorang suami istri menikah dengan pernikahan yang haq. Lalu suatu ketika ada yang mengklaim bahwa istrinya berzina dengannya dan mengklaim bahwa anak yang lahir darinya adalah anaknya. Maka hukumnya, ketika tidak terjadi li’an, anak itu tepat dinasabkan kepada bapaknya. Jika suami juga menolak kepada pangakuan istrinya bahwa itu anak suaminya, terjadi li’an yang artinya saling melaknat, maka nasab anaknya adalah kepada istrinya. Orang yang mengklaim bahwa ia telah berzina dan mengakui bahwa itu adalah anaknya, maka dia tidak punya hak, tapi hukuman bagi dia adalah rajam.
  2. Sedangkan poin yang kedua adalah jika seseorang berzina dengan seseorang wanita yang belum pernah menikah dan tidak ada laki-laki lain. Setelah anaknya lahir, nasab anak dinisbatkan kepada ibunya. Ia memiliki konsekuensi terhadap hukum-hukum lain seperti tidak berhak mendapatkan waris dari bapaknya dan bapaknya tidak berhak menikahkan jika anak itu adalah perempuan.
Baca Juga:
Khutbah Jumat Singkat: Orang Yang Bahagia

Selanjutnya kita akan membahas beberapa hukum fikih. Yaitu:

1. Menikahi wanita yang hamil

Maka disini ada beberapa poin yang wajib kita pahami dalam masalah ini. Karena masalah ini panjang, kita ambil saja untuk masalah yang bisa kita bahas. Wanita yang hamil jika dipandang dari sisi boleh dinikahi atau tidak boleh, maka para ulama menjelaskan ada beberapa bentuk menikahi wanita yang hamil.

Menikahi wanita yang hamil karena bukan berzina. 

Terdapat beberapa bentuk pada hal ini. Yaitu:

Pertama, menikahi wanita hamil yang telah ditalak oleh suaminya dan dinikahi oleh laki-laki yang lainnya. Ulama sepakat bahwa tidak boleh bagi seoseorang menikahi wanita yang sedang hamil sehingga dia melahirkan. Hal ini dikarenakan bahwa ‘iddah wanita yang sedang hamil adalah melahirkan.

Kedua, wanita hamil yang ditalak dengan talak ba’in kubra (setelah ditalak tiga kali). Maka demikian pula tidak boleh dinikahi sampai ia melahirkan. Dan ini berdasarkan ijma‘ para ulama.

Ketiga, wanita yang khulu’ dari suaminya. Ketika dia dalam keadaan hamil, tentunya ini sama. Tidak boleh dinikahi oleh laki-laki lain sehingga ia melahirkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَسْقِ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka jangan ia menyiramkan airnya ke tanaman orang lain.” (HR. Ahmad)
Lalu bolehkan seorang suami menikahinya kembali dalam keadaan hami?
Para ulama berbeda dua pendapat. Pendapat jumhur mengatakan bahwa suaminya diperbolehkan menikah selama dalam waktu ‘iddahnya. Adapun pendapat kedua adalah yang mengatakan bahwa tidak boleh. Dan ini adalah perkataan yang lemah.

Menikahi wanita yang hamil karena berzina. 

Pada permasalahan ini ada dua hakikat/bentuk. Yaitu:

Baca Juga:
Penjelasan Iman dan Hakikat Keimanan Bagian 2 - Kitab At-Taudhih Wal Bayan Li Syajaratil Iman (Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq Al-Badr)

Pertama, bahwa yang menikahinya adalah bukan yang menzinahinya. Para ulama mengatakan bahwa tidak boleh bagi laki-laki lain untuk menikah dengannya sehingga si wanita itu melahirkan. Mereka berdalil dengan dalil dengan dalil:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَسْقِ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka jangan ia menyiramkan airnya ke tanaman orang lain.” (HR. Ahmad)
Didalam hadits ini, dipahami oleh para ulama bahwa dilarang menikah dengan wanita yang sedang hamil dari berbuat zina sehingga ia melahirkan. Dalam riwayat yang lain, dinisbatkan kepada Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala, mereka mengatakan tidak mengapa. Tetapi Imam Abu Hanifah rahimahullahu ta’ala mengatakan bahwa sah dinikahi namun tidak boleh dijima’ sehingga ia melahirkan.

Kedua, yang ingin menikahinya adalah orang yang menzinahinya. Terdapat tiga pendapat dalam hal ini. Yaitu:

  1. Seseorang tidak boleh menikah kepada wanita yang sedang hamil walaupun ia yang menzinahinya sehingga dia melahirkan.
  2. Boleh bagi dia untuk menikahinya, tapi tidak boleh menjima’nya sampai dia melahirkan.
  3. Boleh menikahinya dan boleh menjima’nya.

Simak Kajian Lengkapnya, Download dan Sebarkan mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hukum Laknat Melaknat Suami Istri dan Hukum Anak Zina- Faedah Sejarah Islam

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Baca Juga:
Bab Mengusap Kedua Khuf Saat Safar - Kitab Shahih Bukhari (Ustadz Badrusalam, Lc.)

Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui :

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.