Masjid Al-Barkah

Fiqih Wanita

Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haid, Istihadhah, dan Nifas – Bagian ke-4 – Tuntunan Praktis Fiqih Wanita (Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.)

By  |  pukul 2:28 pm

Terakhir diperbaharui: Rabu, 17 Mei 2017 pukul 2:33 pm

Tautan: http://rodja.id/12r

Kajian Islam oleh: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.

Berikut ini adalah rekaman kajian dan ceramah agama yang disiaran live di Radio Rodja dan Rodja TV pada Rabu pagi, 1 Rajab 1438 / 29 Maret 2017. Kajian ini membahas Kitab “تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمناتTanbiihaat ‘alaa Ahkaamin Takhtashshu bil Mu’minaat atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan “Tuntunan Praktis Fiqih Wanita” yang merupakan karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah.

Kajian ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin dengan pembahasan mengenai “Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haid, Istihadhah, dan Nifas (Bagian ke-4)“. Kajian ini lebih membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan fiqih wanita.

Download kajian sebelumnya: Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haid, Istihadhah, dan Nifas (Bagian ke-3)

Ringkasan Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haid, Istihadhah, dan Nifas (Bagian ke-4)

Pembahasan kali ini adalah seputar hukum istihadhah. Istihadhah adalah keluarnya darah bukan pada waktu haid, yaitu pendarahan yang berasal dari urat nadi.

Istihadhah merupakan perkara yang pelik karena tersamar antara darah haid dan darah istihadhah. Maka apabila pengeluaran darah terjadi secara terus-menerus atau para waktu biasanya, maka mana yang dianggap darah haid dan mana yang dianggap darah istihadhah yang tidak perlu meninggalkan puasa atau shalat karena darah tersebut?

Baca Juga:
Tanya-Jawab seputar Muamalah Edisi 15 Syawal 1436 - Fiqih Muamalah (Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.)

Karena orang yang mengalami istihadhah dianggap suci dalam hukum. Oleh karena itu ia terbagi dalam tiga keadaan:

Keadaan pertama:
Seorang wanita mempunyai kebiasaan haid yang dikenal pada dirinya sebelum ia mengalami gangguan darah istihadhah, misalnya ia biasanya mengalami haid lima hari atau delapan hari awal bulan atau pertengahan bulan.

Dengan demikian ia mengetahui jumlah hari dan waktunya, inilah perkiraan kebiasaan haidhnya yang harus ia gunakan, dan ia harus meninggalkan shalat dan puasa yang ia memandangnya sebagai hukum haid.

Maka apabila waktu kebiasaannya itu selesai, ia harus mandi dan shalat, dan darah yang masih ada dipandang sebagai darah istihadhah.

Simak penjelasan Ustadz Ahmad Zainudin selengkapnya tentang hal tersebut di dalam rekaman kajian berikut ini. Semoga bermanfaat.

Download Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haid, Istihadhah, dan Nifas (Bagian ke-4)


Jangan lupa untuk turut membagikan link download kajian ini ke akun media sosial yang Anda miliki, baik Facebook, Twitter, Google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahufiikum

1 Comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.